Indigofera telah lama diteliti sebagai bahan konsentrat hijau untuk pakan ternak dengan pertimbangan protein kasarnya yang bisa mencapai 26–31%. Alhasil, banyak penelitian yang dilakukan untuk menganalisa potensi indigofera menjadi sumber protein alternatif untuk pakan unggas.
Ahli Pakan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Fapet IPB) Luky Abdullah mengatakan,umumnya legum ini sebagai menu utama pakan ruminansia yang bisa mencapai 70% dari total ransum. “Selain kandungan nutrisinya, indigofera mudah dibudidayakan dengan potensi reproduksi tinggi. Dan salah satu jenis yang prospektif dan telah banyak dikembangkan adalahIndigofera zollingeriana,” ujarnya kepada TROBOS Livestock.
Luky pun berani menyatakan, indigofera dapat menjadi sumber protein alternatif untuk unggas yakni layer (ayam petelur). “Indigofera telah terbukti dapat meningkatkan produksi dan kualitas telur ayam. Kualitas yang ditingkatkan diantaranya berupa warna, kandungan ß-karoten, serta vitamin A pada kuning telur,” ungkapnya.
Pucuk Daun
Potensi indigofera mensubstitusi sumber protein untuk layer ini telah dibuktikan berdasarkan hasil penelitian mahasiswa S3 Rizki Palupi. Bagian dari indigofera yang dimanfaatkan untuk pakan unggas adalah pucuknya, berupa 5 helai daun teratas. “Pengambilan pucuk daun itu karena setelah dianalisa mengandung laktosa dan serat kasar rendah sehingga memenuhi syarat untuk pakan unggas,” ungkap Dosen Ilmu Nutrisi Unggas Fapet IPB Sumiati.
Jika dibandingkan dengan bahan pakan lain seperti dedak, serat kasar pucuk indigofera lebih rendah. “Serat kasar hanya 8,49% dan proteinnya cukup tinggi sekitar 28,98%. Energi metabolismenya juga cukup tinggi sekitar 2.721 kg kalori/kg, malah lebih tinggi dari bungkil kedelai,” tambah Sumiati.
Tingginya potensi kandungan protein indigofera ini, berpotensi mensubstitusi bahan baku pakan sumber protein yang saat ini masih sulit didapat contohnya bungkil kedelai. Untuk itulah, perlakuan percobaan pun dilakukan dengan mempertimbangkan hal tersebut. “Sebagai bahan pakan sumber protein untuk substitusi sebagian protein bungkil kedelai dalam ransum unggas pemberian indigofera ini diolah dalam bentuk tepung dan dicampur dalam ransum pakan,” terang Sumiati.
Ia menjelaskan, indigofera dalam bentuk tepung dengan alasan ransum ayam umumnya sudah dalam bentuk tepung. “Kalau bentuknya tidak sama dengan pakan lain yang diujicoba, ayam akan memilih. Selain itu, pakan kadar airnya harus kurang dari 14%,” tutur Sumiati.
Penelitian yang dilakukan pada 2014 lalu ini melalui 4 perlakuan, yakni ransum pakan kontrol tanpa diberikan indigofera, serta ransum pakan yang mengandung 5%, 10%, dan 15% tepung pucuk indigofera (TPI). Penjelasannya, perlakuan R0 berupa ransum kontrol tanpa pemakaian TPI; perlakuan R1 untuk substitusi 15% protein bungkil kedelai dengan protein TPI dalam ransum yang setara dengan 5,2 % TPI; perlakuan R2 untuk substitusi 30% protein bungkil kedelai dengan protein TPI dalam ransum, setara dengan 10,4 % TPI; serta perlakuan R3 untuk substitusi 45% protein bungkil kedelai dengan protein TPI dalam ransum setara dengan 15,6 % TPI. “Percobaan dilakukan pada 150 ekor layer masa produksi dikandang open house Fapet IPB sesuai dengan kondisi peternak layer kita yang masih banyak open house,” terangnya.
Produksi Telur Tinggi
Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan produksi telur bisa mencapai 92,65 %. Dibandingkan kontrol, produktivitas layerini bisa meningkat hingga 10% sehingga bisa menarik peluang pasar. “Bagi pasar, terutama industri, peningkatan produksi tentu menjadi hal yang signifikan,” tuturnya.
Yang menarik dari hasil penelitian ini, lanjut Sumiati adalah warna kuning telur yang berbeda jauh antara layer yang diberi pakan kontrol dengan yang diberi campuran TPI. “Jika skor kontrol hanya 8,5; skor TPI bisa mencapai 13,25–15,26. Sedangkan rata-rata skor di pasaran saat ini berkisar 8,” ujarnya.
Selengkapnya baca di majalah TROBOS Livestock Edisi 186 / Maret 2015